Di tengah jalan gadis itu melihat segerombol lelaki berjalan kaki. Ingin berbuat baik, Susan lalu menawarkan tumpangan.
Tapi alangkah herannya dia. Niat baik itu ditolak. Perempuan 19 tahun itu mengerenyitkan kening, mendengar alasan para lelaki itu: mereka takut pada perempuan. “Mereka bilang, 'Kami tidak mau ikut karena tidak percaya sama kamu,'" kata Susan saat mengingat kejadian rada aneh itu, seperti dikutip New Straits Times pada Maret 2012.
Para lelaki di Zimbabwe kini melihat perempuan seperti ‘hantu’. Mereka takut diperkosa perempuan yang belum mereka kenal. Ya, diperkosa. Ini serius, para lelaki kerap jadi korban di sana. Salah satu modusnya adalah menawari tumpangan seperti yang dilakukan Susan.
Lalu, lelaki yang masuk jerat diancam pakai senjata. Ada juga yang diajak minum, tapi minumannya sudah dicampur obat kuat. Ada pula diancam pakai ular hidup, agar mau berhubungan intim berkali-kali sebelum dibuang ke tempat antah berantah. Sejumlah kasus mencuat di Zimbabwe, dan diberitakan media massa setempat. Media internasional pun mulai melirik.
Kasus ini akhirnya dikaitkan dengan cerita ada kelompok perempuan spesialis pengumpul sperma. Kisah ini muncul setelah polisi Zimbabwe beberapa waktu lalu sempat menahan tiga perempuan yang punya 31 kondom bekas berisi sperma milik sedikitnya 17 lelaki berbeda, yang mengaku jadi korban perkosaan. (Baca cerita lengkapnya di bagian : Sesajen Sperma Sang Dukun)
Kasus terkini menimpa seorang serdadu muda di Zimbabwe. Setelah disekap berhari-hari, dan harta bendanya dirampok, prajurit malang berusia 25 tahun itu, harus melayani nafsu perempuan penculik.
Peristiwa itu berlangsung di Provinsi Manicaland, 19 April lalu. Tentara, yang namanya tak boleh dipublikasi, awalnya menjadi korban penculikan suatu komplotan yang terdiri dari dua perempuan dan seorang pria, begitu kata juru bicara Kepolisian Manicaland, Asisten Inspektur Muzondiwa Clean kepada laman NewsDay.
Korban awalnya percaya begitu saja ketika ditawari tumpangan oleh kelompok penculik. Lelaki malang itu berjalan sendirian di Birchenough Bridge, sekitar tengah malam. Itu adalah kawasan bisnis di pinggir Mutare, kota terbesar ketiga di Zimbabwe.
Mereka saat itu berjalan-jalan dengan mobil Mercedez Benz. "Sejam kemudian, dalam perjalanan ke Mutare, pengemudi keluar dari jalur, dan saat korban bertanya mau dibawa ke mana, mereka bilang ingin cari makanan," kata Clean saat mengulangi pengakuan korban.
"Si tentara kemudian minta berhenti, dan ingin turun dari mobil, namun pengemudi malah keluarkan pisau mengancam dia. Seorang dari dua perempuan lalu menutupi mata korban dengan ikatan kain," Clean melanjutkan.
Korban pun menyerah. Setelah tak lagi berdaya, mereka lalu menggasak harta bendanya. Sebuah ponsel dan uang setara US$35 disikat. Tak hanya itu, mereka melucuti pakaian korban.
Dibawa ke suatu rumah, korban lalu diancam lagi. Kali ini lebih gawat: kalau mau selamat penuhi dulu kebutuhan birahi salah seorang dari dua perempuan yang menculiknya. Bukan cuma sekali, tapi berkali-kali.
"Maka, selama empat hari berikut, dia dipaksa 'berhubungan intim' dengan salah seorang perempuan selama beberapa kali," kata Clean. Setelah tak lagi dibutuhkan, empat hari kemudian, atau pada 23 April 2013, lelaki naas itu dicampakkan di Pegunungan Dangamvura.
Menurut Clean, para pelaku cukup brutal. Korban sengaja dibuang di sana agar mati. Soalnya, kaki kiri korban sengaja dilukai dengan lemparan batu sehingga sulit berjalan. Namun, sebagai tentara, korban mampu bertahan hidup. Dia berhasil melaporkan kemalangannya ke kantor polisi terdekat, di Sakubva.
Tak bisa dijerat hukum?
Tentu, fenomena perempuan perkosa lelaki menyentak dunia yang penuh patriarki. Sejumlah kasus, walaupun kontroversial, sudah masuk kajian ranah akademis. Watch Ruparanganda, profesor sosiologi dari Universitas Zimbabwe, menilai ada kalangan masyarakat di negaranya yang menggunakan sperma orang lain untuk tujuan ritual. Ada yang bilang itu untuk "juju," yaitu ritual membawa nasib baik dengan menggunakan saripati sperma.
Ada kepercayaan sperma bisa digunakan untuk regenerasi kehidupan, karena unsur itu adalah sumber hidup secara biologis. “Beberapa kalangan merasa nasib buruk akan hilang dengan memakai cairan itu," kata Ruparanganda, yang dikutip CNN. Ada pula yang percaya memakai sperma akan membawa bisnis jadi untung. Atau jadi jimat bagi penjahat agar bisa menghilang.
"Pokoknya isu itu menjadi tak masuk akal," kata Ruparanganda, yang juga dikutip New Straits Times. Dia yakin sperma akhirnya menjadi bisnis menggiurkan. Dia lalu memberi ilustrasi bagaimana sperma menjadi komoditas di pinggir jalan.
Ketika itu dia sedang melakukan riset doktoral pada 2005. Kalangan anak muda di Harare mengungkapkan kepada Ruparanganda, bahwa ada pengusaha mengajak mereka ke hotel, lalu ditraktir minum alkohol. Setelah itu mereka ditawari kencan dengan perempuan pelacur. Tapi ada syaratnya, lelaki itu harus memakai kondom, yang kelak isinya harus diserahkan ke si pengusaha setelah berhubungan intim.
Perkosaan perempuan atas laki-laki ini jadi debat serius di kalangan ahli hukum. Banyak negara memiliki hukum pidana ihwal perkosaan dengan pelakunya lazim berkelamin laki-laki. Tak pernah terdengar ada hukuman mengatur kasus perkosaan, dengan pelaku perempuan, dan laki-laki sebagai korbannya.
Kontroversi inilah yang disinggung pakar hukum Nigeria, Profesor Itse Sagay. Dia mengungkapkan, di negaranya hukum mengatur kasus perkosaan dengan pelaku laki-laki. Maka penegak hukum di negaranya tak habis pikir bila harus menindak perempuan sebagai pelaku perkosaan atas laki-laki. Sagay menunjukkan contoh kesulitan penegak hukum dalam menindak tersangka perempuan pemerkosa.
"Ada suatu kasus perkosaan oleh seorang perempuan atas anak laki-laki berusia 12 tahun. Bocah itu disekap, dan dipaksa berhubungan intim dengan pelaku. Akhirnya korban dibuang dari jembatan, agar tak membocorkan kejahatannya. Namun, perempuan itu tak bisa didakwa dengan pasal perkosaan, karena wanita tak bisa dituduh memperkosa pria," kata Sagay seperti dikutip Vanguard.
Di Inggris pun pernah ada kasus serupa. Pada 1978, seorang perempuan bernama Joyce McKinney dihukum penjara selama 12 bulan, karena memaksa seorang laki-laki berhubungan intim sambil diikat dengan rantai. Namun, McKinnei tak sampai tinggal di balik jeruji. Dia bisa bebas dengan membayar denda, dan kabur ke luar negeri.
Sagay pun mengutarakan contoh kasus lain di Nigeria. Ada laporan dua perempuan muda suatu ketika menghentikan seorang tukang ojek, yang populer disebut Okada, untuk minta diantar ke suatu lokasi.
Di tengah perjalanan, tepatnya di suatu tempat sepi, dua perempuan itu tiba-tiba menodongkan pengojek itu dengan sepucuk pistol. Dia lalu disuruh telentang, dan melucuti celananya. Mereka lalu dikabarkan menyetubuhi tukang ojek secara bergilir, satu beraksi, dan satu lagi menodongkan senjata.
Begitu selesai, kedua perempuan itu berkata kepada tukang ojek bahwa mereka positif pengidap virus HIV. Rupanya aksi itu adalah bentuk balas dendam mereka karena ditulari virus AIDS dari laki-laki lain.
"Di mata hukum, apakah bisa dua perempuan itu dikenakan dakwaan perkosaan? Beberapa pengacara sudah mengangkat isu itu," kata Sagay, yang juga dikutip allafrica.com. Dia tetap tak yakin perempuan bisa jadi pemerkosa.
Argumen dia, seorang pria harus dirangsang agar bisa “greng” dengan perempuan. Jadi seorang laki-laki sulit jika dipaksa, atau diancam, agar bisa langsung berhubungan intim. Kata Sagay, dalam situasi takut dan disorientasi, laki-laki itu akan “letoy”. Dia tak akan mampu berhubungan seks. (np)
Para lelaki di Zimbabwe kini melihat perempuan seperti ‘hantu’. Mereka takut diperkosa perempuan yang belum mereka kenal. Ya, diperkosa. Ini serius, para lelaki kerap jadi korban di sana. Salah satu modusnya adalah menawari tumpangan seperti yang dilakukan Susan.
Lalu, lelaki yang masuk jerat diancam pakai senjata. Ada juga yang diajak minum, tapi minumannya sudah dicampur obat kuat. Ada pula diancam pakai ular hidup, agar mau berhubungan intim berkali-kali sebelum dibuang ke tempat antah berantah. Sejumlah kasus mencuat di Zimbabwe, dan diberitakan media massa setempat. Media internasional pun mulai melirik.
Kasus ini akhirnya dikaitkan dengan cerita ada kelompok perempuan spesialis pengumpul sperma. Kisah ini muncul setelah polisi Zimbabwe beberapa waktu lalu sempat menahan tiga perempuan yang punya 31 kondom bekas berisi sperma milik sedikitnya 17 lelaki berbeda, yang mengaku jadi korban perkosaan. (Baca cerita lengkapnya di bagian : Sesajen Sperma Sang Dukun)
Kasus terkini menimpa seorang serdadu muda di Zimbabwe. Setelah disekap berhari-hari, dan harta bendanya dirampok, prajurit malang berusia 25 tahun itu, harus melayani nafsu perempuan penculik.
Peristiwa itu berlangsung di Provinsi Manicaland, 19 April lalu. Tentara, yang namanya tak boleh dipublikasi, awalnya menjadi korban penculikan suatu komplotan yang terdiri dari dua perempuan dan seorang pria, begitu kata juru bicara Kepolisian Manicaland, Asisten Inspektur Muzondiwa Clean kepada laman NewsDay.
Korban awalnya percaya begitu saja ketika ditawari tumpangan oleh kelompok penculik. Lelaki malang itu berjalan sendirian di Birchenough Bridge, sekitar tengah malam. Itu adalah kawasan bisnis di pinggir Mutare, kota terbesar ketiga di Zimbabwe.
Mereka saat itu berjalan-jalan dengan mobil Mercedez Benz. "Sejam kemudian, dalam perjalanan ke Mutare, pengemudi keluar dari jalur, dan saat korban bertanya mau dibawa ke mana, mereka bilang ingin cari makanan," kata Clean saat mengulangi pengakuan korban.
"Si tentara kemudian minta berhenti, dan ingin turun dari mobil, namun pengemudi malah keluarkan pisau mengancam dia. Seorang dari dua perempuan lalu menutupi mata korban dengan ikatan kain," Clean melanjutkan.
Korban pun menyerah. Setelah tak lagi berdaya, mereka lalu menggasak harta bendanya. Sebuah ponsel dan uang setara US$35 disikat. Tak hanya itu, mereka melucuti pakaian korban.
Dibawa ke suatu rumah, korban lalu diancam lagi. Kali ini lebih gawat: kalau mau selamat penuhi dulu kebutuhan birahi salah seorang dari dua perempuan yang menculiknya. Bukan cuma sekali, tapi berkali-kali.
"Maka, selama empat hari berikut, dia dipaksa 'berhubungan intim' dengan salah seorang perempuan selama beberapa kali," kata Clean. Setelah tak lagi dibutuhkan, empat hari kemudian, atau pada 23 April 2013, lelaki naas itu dicampakkan di Pegunungan Dangamvura.
Menurut Clean, para pelaku cukup brutal. Korban sengaja dibuang di sana agar mati. Soalnya, kaki kiri korban sengaja dilukai dengan lemparan batu sehingga sulit berjalan. Namun, sebagai tentara, korban mampu bertahan hidup. Dia berhasil melaporkan kemalangannya ke kantor polisi terdekat, di Sakubva.
Tak bisa dijerat hukum?
Tentu, fenomena perempuan perkosa lelaki menyentak dunia yang penuh patriarki. Sejumlah kasus, walaupun kontroversial, sudah masuk kajian ranah akademis. Watch Ruparanganda, profesor sosiologi dari Universitas Zimbabwe, menilai ada kalangan masyarakat di negaranya yang menggunakan sperma orang lain untuk tujuan ritual. Ada yang bilang itu untuk "juju," yaitu ritual membawa nasib baik dengan menggunakan saripati sperma.
Ada kepercayaan sperma bisa digunakan untuk regenerasi kehidupan, karena unsur itu adalah sumber hidup secara biologis. “Beberapa kalangan merasa nasib buruk akan hilang dengan memakai cairan itu," kata Ruparanganda, yang dikutip CNN. Ada pula yang percaya memakai sperma akan membawa bisnis jadi untung. Atau jadi jimat bagi penjahat agar bisa menghilang.
"Pokoknya isu itu menjadi tak masuk akal," kata Ruparanganda, yang juga dikutip New Straits Times. Dia yakin sperma akhirnya menjadi bisnis menggiurkan. Dia lalu memberi ilustrasi bagaimana sperma menjadi komoditas di pinggir jalan.
Ketika itu dia sedang melakukan riset doktoral pada 2005. Kalangan anak muda di Harare mengungkapkan kepada Ruparanganda, bahwa ada pengusaha mengajak mereka ke hotel, lalu ditraktir minum alkohol. Setelah itu mereka ditawari kencan dengan perempuan pelacur. Tapi ada syaratnya, lelaki itu harus memakai kondom, yang kelak isinya harus diserahkan ke si pengusaha setelah berhubungan intim.
Perkosaan perempuan atas laki-laki ini jadi debat serius di kalangan ahli hukum. Banyak negara memiliki hukum pidana ihwal perkosaan dengan pelakunya lazim berkelamin laki-laki. Tak pernah terdengar ada hukuman mengatur kasus perkosaan, dengan pelaku perempuan, dan laki-laki sebagai korbannya.
Kontroversi inilah yang disinggung pakar hukum Nigeria, Profesor Itse Sagay. Dia mengungkapkan, di negaranya hukum mengatur kasus perkosaan dengan pelaku laki-laki. Maka penegak hukum di negaranya tak habis pikir bila harus menindak perempuan sebagai pelaku perkosaan atas laki-laki. Sagay menunjukkan contoh kesulitan penegak hukum dalam menindak tersangka perempuan pemerkosa.
"Ada suatu kasus perkosaan oleh seorang perempuan atas anak laki-laki berusia 12 tahun. Bocah itu disekap, dan dipaksa berhubungan intim dengan pelaku. Akhirnya korban dibuang dari jembatan, agar tak membocorkan kejahatannya. Namun, perempuan itu tak bisa didakwa dengan pasal perkosaan, karena wanita tak bisa dituduh memperkosa pria," kata Sagay seperti dikutip Vanguard.
Di Inggris pun pernah ada kasus serupa. Pada 1978, seorang perempuan bernama Joyce McKinney dihukum penjara selama 12 bulan, karena memaksa seorang laki-laki berhubungan intim sambil diikat dengan rantai. Namun, McKinnei tak sampai tinggal di balik jeruji. Dia bisa bebas dengan membayar denda, dan kabur ke luar negeri.
Sagay pun mengutarakan contoh kasus lain di Nigeria. Ada laporan dua perempuan muda suatu ketika menghentikan seorang tukang ojek, yang populer disebut Okada, untuk minta diantar ke suatu lokasi.
Di tengah perjalanan, tepatnya di suatu tempat sepi, dua perempuan itu tiba-tiba menodongkan pengojek itu dengan sepucuk pistol. Dia lalu disuruh telentang, dan melucuti celananya. Mereka lalu dikabarkan menyetubuhi tukang ojek secara bergilir, satu beraksi, dan satu lagi menodongkan senjata.
Begitu selesai, kedua perempuan itu berkata kepada tukang ojek bahwa mereka positif pengidap virus HIV. Rupanya aksi itu adalah bentuk balas dendam mereka karena ditulari virus AIDS dari laki-laki lain.
"Di mata hukum, apakah bisa dua perempuan itu dikenakan dakwaan perkosaan? Beberapa pengacara sudah mengangkat isu itu," kata Sagay, yang juga dikutip allafrica.com. Dia tetap tak yakin perempuan bisa jadi pemerkosa.
Argumen dia, seorang pria harus dirangsang agar bisa “greng” dengan perempuan. Jadi seorang laki-laki sulit jika dipaksa, atau diancam, agar bisa langsung berhubungan intim. Kata Sagay, dalam situasi takut dan disorientasi, laki-laki itu akan “letoy”. Dia tak akan mampu berhubungan seks. (np)
0 comments:
Post a Comment